Artikel

Kebangsaan

Jumat, 01 Oktober 2010

POTRET MAHASISWA IDEAL

Oleh: Abdul Aziz Al Makki

Gagasan menyeimbangkan antara kegiatan intra dan ekstrakulikuler bagi mahasiswa di perguruan tinggi mendesak untuk segera direalisasikan karena beberapa alasan mendasar. Salah satunya adalah berangkat dari fenomena banyaknya mahasiswa yang secara akademik bisa dibilang sukses dengan indikator utamanya; kuliah tepat waktu dengan indeks prestasi akademik yang bisa dibilang bagus, tetapi gagal ketika dihadapkan dengan persoalan riil di masyarakat sebab minimnya pengetahuan dan keterampilan di luar bangku kuliah.
Sebaliknya, tidak sedikit mahasiswa yang aktif di luar bangku kuliah, kerap gagal secara administratif ketika yang bersangkutan bersaing di dunia kerja, tetapi sukses menyelesaikan persoalan krusial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat karena matangnya pengetahuan dan pengalaman berorganisasi yang diperoleh di luar bangku kuliah.
Berangkat dari fenomena tersebut, muncul kemudian klasifikasi atas identitas mahasiswa. Secara umum, terdapat dua kategori mahasiswa yang tercipta dalam dunia kampus. Pertama, mahasiswa akademis adalah mahasiswa yang menjadikan kuliah sebagai kewajiban; aktif kuliah dengan presensi yang lengkap, tugas kuliah diselesaikan dengan baik, kuliah tepat waktu dengan indeks prestasi akademik yang sempurna alias cum laude.
Kedua, mahasiswa aktivis adalah mahasiswa yang lebih memilih aktif di luar bangku kuliah dengan berproses di organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstrakampus
Dari dua tipologi yang berseberangan tersebut, tampak jelas fenomena kehidupan mahasiswa. Apabila ia termasuk dalam kategori pertama, maka jalan yang ia lalui selama masa kuliah tidak jauh dari lingkaran kos dan kampus. Sedangkan jika ia termasuk dalam kategori kedua banyak jalan yang ia lalui di luar kampus selama masa kuliah,
Tidak hanya aspek kepribadian, pada model pergaulannya pun kedua kategori mahasiswa (baca: akademis dan aktivis) tersebut jauh berbeda. Inilah yang harus menjadi kesadaran tiap individu mahasiswa hari ini.
Dalam imajinasi penulis, idealnya mahasiswa memiliki kehidupan yang seimbang antara aktivitas akademik dan nonakademik. Dengan begitu, ketika lulus, yang diperoleh bukan hanya gelar melainkan juga peningkatan kualitas diri sehingga memiliki daya saing ketika terjun ke dunia nyata.
Pada hakikatnya, dunia perkuliahan terdiri atas dua aspek kegiatan akademik. Yakni kegiatan intrakurikuler (di bangku kuliah) dan kegiatan ekstrakurikuler (di luar bangku kuliah). Dan kedua aspek ini menjadi bagian tak terpisahkan dalam kegiatan seorang mahasiswa sebagai kunci awal untuk membuka pintu kesuksesan mahasiswa.
Untuk sampai pada cita-cita luhur di atas tidak semudah membalik telapak tangan. Bagi mahasiswa yang hanya terpacu pada kegiatan intrakurikuler semata, yakni berangkat kuliah, mendengarkan ceramah dosen, mencatat ucapan dosen, lalu pulang dan 90% menghabiskan waktu di kos, praktis mahasiswa seperti ini dijamin tidak akan pernah maju dan berkembang.
Sebab bidang intrakulikuler hanya membentuk aspek kognitif seseorang, padahal mahasiswa harus memiliki aspek afektif dan psikomotorik yang baik. Dan kegiatan ekstrakurikuler menjadi penambal atas kekurangan pada aspek kognitif di atas. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan faktor yang sangat vital dalam menunjang kesuksesan mahasiswa. Inilah pusat pelatihan alamiah yang akan membentuk pribadi mahasiswa yang ideal.
Dalam bingkai atmosfer ilmiah yang menghiasi sudut-sudut kampus, mahasiswa juga dituntut mampu berkomunikasi secara sistematis, berfikir logis, dan bertindak proporsional dan sebagainya.
Dalam konteks ini, kegiatan ekstrakurikuler menawarkan segudang pengetahuan dan pengalaman yang tidak pernah diperoleh di bangku kuliah, seperti bagaimana mengelola konflik, manajemen waktu, dan berorganisasi. Pengalaman organisasi ini pada akhirnya bisa dijadikan modal sosial untuk melengkapi kemampuan akademiknya.
Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat ilmiah sudah seyogyanya mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip ilmiah sekaligus memupuk sedini mungkin sensitivitas dan kesadaran sosialnya. Sehingga tidak hanya nilai akademik yang dicapai tetapi juga mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat dan bangsa.

Penulis: Abdul Aziz Al Makki Aktivis PMII Ashram Bangsa,

Kamis, 30 September 2010

Profil PMII

Pergerakan Mahasisiwa Islam Indonesia (PMII, Indonesia Moslem Student Movement) adalah cucu dari Organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU). PMII terlahir dari kandungan departemen Perguruan tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Tepetnya pada tanggal 17 April 1960 (21 Syawal 1379 H) lahirlah jabang bayi yang diplomotori dari kalangan Mahasisiwa NU, dan diabadikan dalam dokumen akte lahir di Taman Pendidikan Putri Khodijah Surabaya tepatnya
Seiring pasang surut perjalanan awal dari sebuah kehidupan. Begitu juga yang dialami calon jabang bayi PMII pada dasawarsa 1950-an, yang ketika itu masih menamakan dirinya Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU). IMANU yang lahir pada akhir 1955 tidak mendapatkan respon positif dari PBNU atas keberadaanya, pasalnya, setahunkeberadaanya, pasalnya, setahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 24 Februari 1954 telah berdiri Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Logisnya alasan dari PBNU itu bukan pada prinsip birdiri atau tidak adanya IMANU, tapi lebih pertimbangan waktu, pembagian tugas dan evektifitas kinerja.
Namun demikian, gelora semangat anak muda NU yang tergabung dalam IPNU untuk mendirikan sebuah organisasi Mahasiswa NU tak surut atas keberatan PBNU. Sehingga dalm konfrensi IPNU 14-16 Maret 1960 di Kali Urang Yogyakarta disepakati bersama untuk mendirikan sebuah organisasi tersendiri dari kalangan Mahasiswa NU. Ketua umum PBNU saat itu KH. Idham Khalid memberikan greenlight kepada Mahasiswa NU untuk mendirikan Mahasiswa NU untuk mendirikan Organisasi yang berada di bawah naungan payung NU. Barulah berdiri organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada tanggal 17 April 1960 di Taman Pendidikan Putri Khodijah Surabaya.
Adapun makna dari setiap penggalan dari kata PMII sendiri dimulai dengan kata “PERGERAKAN”. Yang dimaksud adalah bahwa mahasiswa sebagai insane yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke-Tuhan-an dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai khalifah fil-ard. Kata “MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai kebebasan dalm berpkir, bersikap, dan bertindak kritis tewrhadap kemapanan struktur atau berokrasi yang menindas. Disamping itu mahasiswa ala PMII adalah insane reigius, insane akademik, insane social, dan insane mandiri. Kata “ISLAM” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama pembebas terhadap fenomena realitas social dengan paradugma ahlussunnah Wal Jamaah yang konsep terhadap agama islam secara proposional antara Iman, Islam, dan Ikhsan. Yang dalam pola pikir perilaku tercerminkan sifat-sifat selektif, akomodatif, dan interaktif. Kata“INDONESIA” yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang mempunyai falsafah ideology bangsa yakni pancasila dan UUD ’45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran berwawasan nusantara.
Tidak lama dari tahun kelahirannya, PMII mengalami suatu perubahan pada tahun 1970-an, dimana PMII secara garis structural harus keluar dari NU, dengan kata lain independensi, moment itu dikenal dengan “Deklarasi Munarjati” tepatnya di Lawang Malang Jatim. Meskipun demikian, PMII dan NU sampai saat ini serat-serat akar tradisi, kultur, nilai, aqidah, cita-cita bahkan pola pikir, bertindak dan berperilaku di bawah atap yang sama, keduanya masih melekat erat sebagaimana kakek pada cucunya.
Sikap independensi PMII secara struktur dari NU merupakan sebuah usaha pembebasan dalam arti luas dari ruang gerak yang sempit dan terlepas dari keterkaitan hirarkis dengan organisasi lain NU, bukan independensi secara ideology. Independensi ini lebih tepat jika dibaca dalam ranah strategi, yang selanjutnya orientasi gerakan PMII dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat, tidak tertuju pada satu kelompok atau golongan tertentu. Kemunculan PMII bukan sekedar menjadi sebuah people organizing place saja, geran mahasiswa Islam ini membawa tujuan gerakan yang jelas. Diantaranya seorang kader PMII memiliki relasi transcendental dan memiliki kolektivitas,. Cakupan ini meliputi. Pertama, berkesadaran histories-primordial atas relasi Tuhan, Manusia, dan Alam. Kedua, berjiwa optimis-transendental dalam menyikapi problematika kehidupan. Ketiga, berfikir secara dealektis, kritis dan transformative.
Adapun manifestasi dalam bertindak, PMII mempunyai cara pandang tersendiri dalam mengimplementasikan analisis realitas social. Paradigma Kritis Transformatif (PKT) inilah sebagai paradigma dan cara pandang yang relevan dalam konteks social masyarakat Indonesia dewasa ini. Karena paradigma inilah mampu membongkar berbagai dogma ideology tertentu. Yang pada titik tertentu berimbas pada timbulnya ketidakadilan dan ketimpangan peran dalam masyarakat. Wal hasil parangkat ini mampu memberikan perspektif pada realitas social yang terjadi. Semisal bentuk perlawanan yang tidak harus identik dengan frontal dan anarkhis terhadap perkembangan modernitas, globalisasi, kapitalisme atau sejenisnya pada dewasa ini. Karena paradigma ini “PKT” lahir dari perspektif ekonomi politik, yang tidak selalu identik dengan Marxis ortodok yang anti pada kapitalisme dan globalisasi. kapitalisme dan globalisasi.
Satu lagi peranan PMII dalam sejarah bangsa Indonesia. PMII ikut andil dalam perjuangan tumpangnya rezim orde baru yang represhif (Reformasi 1998), tragedi 1974 dan banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam hal ini. Namun ada catatan penting dalam gerakan PMII, lebih-lebih paranan dalam melakukan advokasi-advokasi terhadap masyarakat serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakan. Ada dua momen terpenting yang ikut mewarnai pergulatan PMII dalam wilayah kebangsaan selain yang telah disebutkan di atas. Pertama, penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal. Kedua, kembalinya NU ke Khittah 1926 pada tahun 1984. yang pada saat itu PMII mampu memposisikan cukup strategis.

Terakhir…..LET’S JOINT WITH PMII
SALAM GERAKAN!!!

Oleh: Ghufron AM
(KetuaPMII Ashram Bangsa)
Penulis Mahasiswa Jurusan (Jinayah Siyasah) dan Aktivis PMII 2008.