Artikel

Kebangsaan

Jumat, 15 April 2011

Training Administrasi

Dalam rangka meningkatkan mutu kader dalam beradmnistrasi, Rayon PMII Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta akan menyelenggarakan Training Administrasi dengan tema: "Mewujudkan Pergerakan Yang Terorganisir dan Profesional Dalam Dimensi Kultural". Yang Insyaloh akan diadakan pada:
Hari/tanggal : sabtu, 16 April 2011
Waktu : 08.00 - selesai
Tempat : LKiS, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta
Speakers :
1. Ahmad Anfasul Marom, M.A.
(LAKPESDAM NU Jawa Timur, Dosen Politik UIN Suka, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
2. Ahmad Zubaidi, S.Hi.
(Matan Ketua BEM-J PMH UIN Suka, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
3. Amar Ma'ruf, S.Hi.
(Mantan Direktur Pusat Studi dan Konsultasi Hukum UIN Suka)
4. Riyadlus Solihin
(Sekretaris Ikatan Mahaiswa Madura, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
semua kami sajikan secara gratis. Jangan lewatkan...

Salam Pergerakan...!!!!

Panitia Training Administrasi

Senin, 04 April 2011

Pengorganisasian, Struktur Organisasi, dan Departementalisasi

BAB I PENGORGANISASIAN
1.1 Pengertian Pengorganisasian Istilah pengorganisasian mempunyai bermacam-macam pengertain , istilah tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hal-hal berikut ini :
a. Cara manajemen merancang struktur formal untuk penggunaan yang paling efektif sumber daya keuangan , fisik , bahan baku , dan tenaga kerja organisasi.
b. Hubungan-hubungan antara fungsi , jabatan , tugas dan para karyawan.
c. Cara dalam mana para manager lebih lanjut tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen mereka dan mendelagasikan wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut. Dari tiga hal diatas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal , mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien.

1.2 Teori-Teori Organisasi Dalam kehidupan nyata orang-orang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan bersama , yang dilakukan adalah kegiatan menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional atau biasa disebut dengan istilah Organisasi. Organisasi dalam hal ini bisa terdapat pada badan usaha , instansi pemerintah , lembaga pendidikan , militer , kelompok masyarakat atau suatu perkumpulan olahraga. Kata Organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional , seperti organisasi perusahaan , rumah sakit , perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.

BAB II STRUKTUR ORGANISASI

2.1 Pengertian Sturktur Organisasi Sturktur organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Sturktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi atau orang-orang yang menunjukkan kedudukan , tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialis kerja , standarlisasi ,koordinasi , sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan atau besaran satuan kerja.

2.2 Faktor-Faktor Perancangan Struktur Organisasi faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut:
1. strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. strategi menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara para pimpinan dan bawahan.
2. teknologi yang digunakan. perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan struktur organisasi.
3. anggota (pegawai / karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. kemanapun dan cara berfikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerja sama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi.
4. ukuran organisasi. besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan kerjanya yang sangat mempengaruhi struktur organisasi. semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks dan harus dipilih struktur yang tepat.

BAB III DEPARTEMENTALISASI

3.1 Pengertian Departementalisasi Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut : 1. Fungsi 2. Produk atau jasa 3. Wilayah 4. Langganan 5. Proses atau peralatan 6. Waktu 7. Pelayanan 8. Alpa – numeral 9. Proyek atau matriks

3.2 Departementalisasi Fungsional Departentalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi. pendekatan fungsional mempunyai berbagi kelemahan. struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inofatif.

3.3 Departementalisasi Divisional Organisasi Divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan, dan proses atau peralatan. Struktur organisasi divisional atas dasar produk. setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk). Divisionalisasi produk adalah pola logika yang dapat diikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosesan dan metoda-metoda pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam organisasi. Sturktur organisasi divisional atas dasar wilayah. Departementalisasi wilayah , kadang-kadang juga disebut depertementalisasi daerah , regional atau geografis , adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan menurut tempat dimana operasi berlokasi atau dimana satuan-satuan organisasi menjalankan usahanya.

3.4 Organisasi Proyek dan Matriks
Bentuk organisasi proyek dan matriks adalah tipe departementalisasi campuran (hybrid design). Kedua struktur organisasi ini tersusun dari satu atau lebih tipe-tipe departementalisasi lainnya. Struktur proyek dalam matriks bermaksud untuk mengkombinasikan kebaikan-kebaikan kedua tipe design fungsional dan divisional dengan menghindari kekurangan-kekurangan.

By: Asram Bangsa General Secretary 2010-2011

Nilai Dasar Pergerakan


Mukaddimah
Tauhid (keyakinan transendental) merupakan sumber nilai yang mencakup pola hubungan antara manusia dengan Allah (hablun min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (hablun min al-‘alam). Pergerakan meyakini dengan penuh sadar bahwa menyeimbangkan ketiga pola hubungan itu merupakan totalitas keislaman yang landasannya adalah wahyu Tuhan dalam al-quran dan hadits Nabi. Dalam memahami dan mewujudkan keyakinan itu PMII telah memilih Ahlussunnah wal jama’ah (aswaja) sebagai manhajul fikr dan manhaj al-taghayyur al-ijtima’i.
Selain itu sebagai bagian sah dari bangsa Indonesia, PMII menyadari bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa, yang penghayatan dan pengamalannya seiring dengan implementasi dari nilai-nilai aswaja: tawassuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul. Karena itu, dengan menyadari watak intelektual dan kesadaran akan tanggung jawab masa depan bersama, dan dengan memohon rahmat dan ridla Allah SWT., maka disusunlah rumusan Nilai-nilai Dasar PMII sebagai berikut :




RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PMII

a. Hablun min Allah (Hubungan manusia dengan Allah)

Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia dalam sebaik-baik bentuk dan memberikan kedudukan terhormat kepadanya di hadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya cipta, rasa, dan karsa. Potensi inilah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai hamba (‘abd) dan wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardl).
Sebagai hamba, manusia memiliki tugas utama mengabdi dan menyembah Tuhan (Q.S. al-Dzariat: 56), mengesakan Tuhan dan hanya bergantung kepada-Nya, tidak menyekutukan dan menyerupakannya dengan makhluk yang memiliki anak dan orang tua (Q.S. al-Ikhlash: 1-4). Sebagai hamba manusia juga harus mengikhlaskan semua ibadah dan amalnya hanya untuk Allah (Q.S. Shad: 82-83).
Sebagai khalifah, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan memakmurkan bumi bukan malah merusaknya (Q.S. al-Baqarah: 30). Karena, kedudukan ini merupakan amanah Tuhan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia, sedang makhluk Tuhan yang lain tidak mampu untuk mengembannya (Q.S. al-Ahzab: 72). Dan tingkat kemampuan manusia mengemban amanah inilah yang kemudian menentukan derajatnya di mata Allah (Q.S. al-An’am: 165).
Manusia baru dikatakan berhasil dalam hubunganya dengan Allah apabila kedua fungsi ini berjalan secara seimbang. Pemaknaan seimbang di sini bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa,dan haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, membangun peradaban umat manusia yang berkeadilan. Bahwa kita hidup di dunia ini bukan untuk mencari jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi orang lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar kita.



b. Hablun min al-nas (Hubungan antar sesama manusia)
Pada hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan dan keutamaan di antara satu dengan lainnya. Begitu pula tidak dibenarkan adanya anggapan bahwa laki-laki lebih mulia dari perempuan, karena yang membedakan hanya tingkat ketaqwaan (Q.S. al-Hujurat: 13) keimanan, dan keilmuawannya (Q.S. al-Mujadalah: 11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian, kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama Umat Islam (ukhuwah Islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.S. al-Hujurat: 11)
Namun kita hidup dalam sebuah negara yang plural dan beraneka ragam. Di Indonesia ini kita hidup bersama umat Kristen, Hindu, Budha, aliran kepercayaan, dan kelompok keyakinan lainnya. Belum lagi bahwa kita pun berbeda-beda suku, bahasa, adat istiadat, dan ras. Maka juga diperlukan kesadaran kebangsaan yang mempersatukan kita bersama dalam sebuah kesatuan cita-cita menuju kemanusiaan yang adil dan beradab (ukhuwah wathaniyah). Keadilan inilah yang harus kita perjuangkan (Q.S. al-Maidah: 8). Dan untuk mengatur itu semua dibutuhkan sistem pemerintahan yang representatif dan mampu melaksanakan kehendak dan kepentingan rakyat dengan jujur dan amanah. Pemimpin yang sesuai dengan nilai ini, peraturannya harus kita taati selama tidak bertentangan dengan perintah agama (Q.S. al-Nisa: 58) Dan untuk pelaksanaannya kita harus selalu menjunjung tinggi nilai musyawarah yang merupakan elemen terpenting demokrasi (Q.S. Ali Imran: 199).
Namun itu saja belum cukup. Kita hidup di dunia ini berdampingan dan selalu berhubungan dengan negara-negara tetangga. Maka kita juga harus memperhatikan adanya nilai-nilai humanisme universal (ukhuwah basyariyah), yang mengikat seluruh umat manusia dalam satu ikatan kokoh bernama keadilan. Meskipun kita berbeda keyakinan dan bangsa, tidak dibenarkan kita bertindak sewenang-wenang dan menyakiti sesama. Biarkan mereka dengan keyakinan mereka selama mereka tidak mengganggu keyakinan kita (Q.S. al-Kafirun: 1-6). Persaudaraan kekal inilah sebagai perwujudan dari posisi manusia sebagai khalifah yang wajib memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bumi manusia ini.

c. Hablun min al-alam (Hubungan manusia dengan alam)
Manusia yang diberi anugerah cipta, rasa, dan karsa, yang merupakan syarat sahnya sebagai khalifah diberi wewenang dan hak untuk memanfaatkan alam bagi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan apalagi merusak ekosistem. Hak ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu harus didasarkan pada rasa tanggung jawab: tanggung jawab kepada kemanusiaan, karena rusaknya alam akan berakibat bencana dan malapetaka bagi kahidupan kita semua, begitu pula tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan tanggung jawab itu. (Q.S. Hud: 61)
Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau ekologi juga merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami sebagaimana kita memahami al-quran. Dari pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang mantap kepada Tuhan dan kemantapan diri sebagai manusia yang harus menyebarkan c kedamaian di muka bumi. Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam, bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak ada dikotomi dan pertentangan antara ilmu daan wahyu, antara IPTEK dan agama, karena pada hakikatnya keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Q.S. 190-191).

Tauhid
Maka dengan menyeimbangkan ketiga pola hubungan di atas kita akan mencapai totalitas penghambaan (tauhid) kepada Allah. Totalitas yang akan menjadi semangat dan ruh bagi kita dalam mewarnai hidup ini, tidak semata-mata dengan pertimbangan Ketuhanan belaka, tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidup. Bahwa tauhid yang kita maksudkan bukan sekadar teisme transcendental an-sich, tetapi antrophomorfisme transendental, Nilai-nilai ketuhanan yang bersatu dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
Totalitas tauhid inilah yang akan memandu jalan kita dalam mencapai tujuan gerakan membangun kehidupan manusia yang berkeadilan.

Khatimah
Rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII perlu selalu dikaji secara kritis, dipahami secara mendalam dan dihayati secara teguh serta diwujudkan secara bijaksana. Dengan NDP ini hendak diwujudkan pribadi muslim yang bertakwa-berilmu-beramal, yaitu pribadi yang sadar akan kedudukan dan perannya sebagai intelektual muslim berhaluan Ahlussunnah wal jama’ah di negara Indonesia yang maju, manusiawi, adil, penuh rahmat dan berketuhanan serta merdeka sepenuhnya.
Rabbana ‘alaika tawakkalna wa ilaika anabna wa ilaika al-mashir.

Analisis Sosial

Pengertian

Analisis sosial (ansos) dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya (Joe Holland, 1986:30). Ansos tersebut berfungsi sebagai perangkat yang memungkinkan kita untuk mampu menangkap dan memahami segala realitas sosial yang kita hadapi. Dengan ansos maka kita dapat menyelidiki secara lebih jauh struktur lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan karena dari situlah muncul masalah-masalah sosial dan kesana pula berbagai kebijakan tertuju.

Dengan menjangkau dimensi di balik persoalan, kebijakan, dan struktur maka ansos pertama-tama memusatkan pada sistem-sistem tersebut. Pada sistem-sistem itu pula terdapat berbagi dimensi. Semisal kita dapat berbicara tentang bentuk ekonomis sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda. Sebuah sistem perlu dianalisis baik menurut waktu (analisis historis) maupun menurut ruang (analisis struktural). Analisis historis adalah studi tentang perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan analisis struktural menyajiakan bagian yang representatif dari kerangka kerja sebuah sistem dalam momen tertentu. Pemahaman kedua analisis tersebut sangat penting bagi suatu analisis yang menyeluruh. Selain itu, dengan ansos pula kita dapat membedakan dimensi obyektif maupun subyektif sebuah realitas sosial.

Untuk menuju kepilihan metode seperti apa yang layak dimbil, maka kita harus berangkat dari asumsi dasar yaitu ontologis, epistemologis, kecenderungan dasar manusia (human nature)dan metodologi.

Asumsi tentang ontologis dalah berawal dari pertanyaan “apa”. Jadi asumsi ontologis ini adalah apakah kenyataan diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi/merusak di dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang. Sedangkan asumsi epistimoogis berawal dari pertanyaan “bagaimana”. Jadi bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikanya sebagai pengetahuan kepada orang lain.

Unsur-unsur Analisis Sosial

Dalam upaya untuk menyingkap realitas sosial, ansos memiliki seperangkat unsur-unsur. Pertama, dimensi histories. Di sini, gerak waktu tidak dimaknai sebagai proses alamiah semata melainkan sebgai proses dialektis bahwa setiap orang terlibat dalam proses kesejarahan sosial.

Kedua, unsure-unsur structural. Disini kita berusaha mengenali struktur masyarakat dan institusi di dalamnya seperti pemerintahan, hukum, pendidikan, keagamaan,dan lainnya. Bagaimana struktur di atas bekerja dalam menjaankan fungsinya untuk mewujudkan keadialn sosial. Di sisni ansos membawa dari persoalan pribadi kepada masalah sosial structural.

Ketiga, berbagai pembagian masyarakat. Hal terpenting yang untuk diperhatikan dalam konteks ini ialah “analisis kelas” dalam masyarakat, siapa yang membuat keputusan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.

Keempat, bermacam derajat dan tingkah masalah yang ada. Ini berarti bahwa terdapat tingkat permasalahan meliputi local, regional, nasional, dan internasional. Dengan ansos, kita dapat menunjukkan tingkat masalah yang dihadapi, bahkan dapat pula mengungkapkan antara berbagai tingkat permasalahan.

Langkah-langkah Analisis Sosial

Setidaknya terdapat empat langkah dalam melakukan ansos. Pertama, konversi yang merupakan keharusan bagi kita untuk menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas ini. Kita harus bersentuhan dengan perspektif, praduga, dan pendiria-pendirian yangf mempengaruhi soal jawab yang kita lakukan serta penilaian-penilaian yang kita buat. Fungsi langkah ini sebagai jalan pembuka agar kita mampu mengenali dan memahami konteks permasalahan.

Kedua, deskripsi. Secara sederhana yakni dengan membuat gambaran umum dari situasi yang sedang coba kita pahami.

Ketiga, analisis. Setelah membuat deskripsi maka kita dapat memperoleh sejumlah data yang berfungsi sebagai obyek kasus sosial yang kita hadapi. Keempat, kesimpulan. Dari analisis yang kita lakukan, akan terungkap bermacam segi yang saling mempengaruhi pada situasi yang sedang coba kita pahami. Akhrnya kita dapat menarik kesimpulan berdasarkan unsur-unsur dominan dalam situasi yang kita hadapi sehingga akar persoalan sosial dapat kita temukan sekaligus mencari solusi yang solutif dan ideal.

Ansos menghendaki adanaya kesadaran kritis transformative sehingga pemahaman terhadap setiap persoalan dapat lebih mendalam, sistematis, dan holistik. Hal tersebut bertujuan agar kita tidak terjebak dalam bingkai kesadara naïf-magis yang melihat permasalahan secara sempit dan dogmatis yang mengakibatkan kita gagal mengatasi praktik penindasan yang terus menerus beroperasi melalui system dan struktur dalam masyarakat.

Empat Paradigma Dalam Sosiologi

Untuk lebih mempertajam pemahaman dan seluk beluk peta paradigma yang dapat digunakan untuk memahami teori-teori perubahan sosial atau teori pembangunan, maka perlu juga kita memetakan secara lebih luas paradigma dalamm sosiologi . Empat paradigma itu adalah:

  1. Humanis Radikal, Pada dasarnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari andangan sujektifitas yaitu pada kesadaran manusia itu, kaum humanis-radikal cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Pandangan yang dasar pada humanis-radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh supra-struktur idiologis yang ada pada diluar dirinya yang menciptakan pemisah antara dan dirinya dengan kesadarannya yang murni (aleanasi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu yang menghalanginya dalam pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan dirinya sebagai menusia, proses sosial dilihat sebagai tindak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa memutusakn belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat kemanusiaannya.
  2. Struktural Radikal, penganut paham ini berupaya memperjuangkan sosilogi perubahan radikal juga yaitu perubahan yang mendasar dengan mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembanga diri manusia oleh karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke depan. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia. pendekatan yang dipakai adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
  3. Paradigma Interpretatif, paradikama ini sesungguhnya menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya fungsionalisme, tetapi mereka menggunakan pendekatan subjektifivisme dalam analisis sosialnya sehinnga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Tangapan dasar mereka didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba tertib, terpadu, mapan dan kesetiakawanan. Pertentangnan penguasa sama sekali tidak menjadi benturan mereka.
  4. Paradigma Fungsionalis. Paradigma inilah yang paling banyak di anut di dunia ini. Pandanga fungsionalis berakar pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya pada permasalahan berakar pada pemikiran kaum objektivitas. Paradikma ini lebih berorientasi pragmatis, artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang dapat diterapkan, berorientasi pada pemecahan masalah yang berupa langkah-langkah praktis untuk pemecahan praktis juga. Mereka lebih mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial sebagai dasar dalam perubahan sosial, serta menekankan cara-cara memelihara, mengendalikan, atau mengontrol keteraturan, harmonis serta kestabilan sosial.

Sabtu, 22 Januari 2011

PARARELISASI GERAKAN MAHASISWA ; Upaya Mewujudkan Kader Berkesadaran Emansipatoris Transformatif, Menyongsong perubahan sosial


Wacana tentang gerakan mahasiswa dan harus bagaimana seharusnya mahasiswa sering kali menjadi perdebatan panjang. Forum-forum diskusi di kampus sering menjadi ajang dialektika bagi mahasiswa gerakan untuk menentukan orientasi ke depan, akan tetapi dari beberapa fakta di lapangan gerakan mahasiswa hari ini hanya bergerak secara reaksioner dan aksidental.
Beberapa problematika ke-Bangsa-an sering dibaca secara parsial sehingga aksi turun jalan yang sering dilakukan oleh mahasiswa cenderung hanya untuk menunjukkan eksistensinya masing-masing. Begitu juga dengan problematika yang sering dihadapi oleh gerakan mahasiswa di dunia akademik, seperti yang diungkapkan oleh Baskara T. Wardaya bahwasanya gerakan mahasiswa hari ini yang hanya memiliki kecenderungan di wilayah sosial politik sehingga menafikan tanggung jawabnya sebagai insan akademik (civitas politika bukan cifitas akademia).
Persoalan-persoalan tentang orientasi gerakan mahasiswa hari ini dirasa perlu untuk diperbincangkan kembali. Belajar dari kasus reformasi yang kemudian sedikit memberikan kesadaran terhadap mahasiswa bahwasannya gerakan mahasiswa tidak berhenti pada hal-hal yang sifatnya aksidental (peruntuhan rezim, aksi jalanan dan lain sebagainya), tapi gerakan mahasiswa juga harus mampu memberikan gagasan-gagasan alternatif di berbagai lini kehidupan berbangsa (menembus teks melampaui realitas sehingga mempu memahami metafisik kehidupan).
Dan sudah sepatutnya mahasiswa hari ini harus mengukir sejarah sendiri dan tidak terpatron pada sejarah masa lalu. Karena bagaimanapun juga setiap zaman punya sejarahnya masing-masing dan hari ini kita dituntut untuk mengukir sejarah pada zaman kita sendiri (detik-detik se-abad budi utomo dan 79th sumpah pemuda).




PARARELISASI GERAKAN MAHASISWA
Pararelisasi gerakan mahasiswa mungkin hanyalah sebuah bingkai yang dibuat untuk mematrialkan gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya mahasiswa hari ini bergerak. Sebuah konsep tentang orientasi jangka panjang gerakan mahasiswa yang diperbincangkan secara panjang lebar di ashram bangsa berhasil merumuskan satu konsep yang diberi nama paralelisasi gerakan mahasiswa.
Pararelisasi yang dimaksudkan hanyalah sebagai metodologi (metode gerak). Metode gerak dan cara gerak bagi gerakan mahasiswa dirasa sangat penting. diakui ataupun tidak beberapa gerakan mahasiswa yang sudah mempunyai landasan berpikir (ideologi) terkadang tidak bisa mematrialkan ideologinya dalam gerakan.
Pararelisasi sebagai sebuah metodologi memang dimaksudkan untuk bisa melakukan maksimalisasi kerja sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing mahasiswa. Karena kecenderungan orientasi gerakan mahasiswa pasca reformasi yang lebih condong kepada wilayah sosial-politik dan menafikan beberapa kecenderungan dan kapasitas mahasiswa yang lainnya (crirical force-politikal force& moral force).
Pararelisasi yang mengidealkan untuk menempatkan mahasiswa di pos-pos yang sesuai dengan kecenderungan dan kapasitasnya masing-masing. Akan tetapi juga penempatan wilayah yang sesuai dengan posnya itu juga harus diimbangi dengan satu main stream pola kerjasama yang saling mengisi antar pos yang satu dengan pos lainnya, sehingga bisa berjalan dengan sinergis dan tidak saling menegasikan antara yang satu dengan yang lain-nya (pararelisasi praksis).

KESADARAN EMANSIPATORIS
Kesadaran yang dimaksudkan di sini adalah mencakup beberapa hal yang perlu kita sadari atau  kita alami secara sengaja dan meninggalkan jejak pada ingatan (consciousness) tidak hanya menyangkut beberapa pengalaman yang biasanya terkait pada diri kita seperti berfikir, merasa imajinasi, mimpi dan pengalamanan yang dengan tubuh (awarenwes).
Pembentukan kesadaran sebagai mainstream berfikir ini merupakan substansi dari konsep emansipatoris itu sendiri. Karena bagaimanapun juga banyak manusia yang bergerak di luar alam bawah sadarnya, mengambil bahasanya Karl Marx bahwasanya manusia itu telah teralienasi dari dirinya sendiri. Pembentukan mainstream bersama untuk saling mengerti dan memahami wilayahnya masing-masing memang tidak bisa dilepaskan akan adanya dialektika yang terjadi antara kehendak bebas seorang manusia dengan rasionalitas (komunikasi aktif).
Kehendak bebas (free-will) pasti dimiliki oleh setiap manusia baik itu mencakup wilayahnya sebagai manusia sosial ataupun sebagai pribadi, karena manusia mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh hal-hal yang berada di luarnya, pun jaga sebaliknya.
Akan tetapi jika kehendak bebas bisa berjalan seiring rasionalitas maka akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk dapat memahami pendapat-pendapat yang berbeda, rasionalitas yang pengertiannya adalah kemampuan dalam memahami realitas dan dengan rasionalisasi kita dituntut untuk menemukan kebenaran sejati sebagai dasar bagi pikiran manusia, (men-dealektika-kan idealisme dengan realitas).
Dan dengan itu, maka manusia akan semakin terbuka dengan pluralitas dan tetap memahami realitas secara rasional yang kemudian membentuk satu kesadaran emansipatif atau kesadara plural (save belonging of  PMII).

TRANSFORMATIF SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS
Sebuah metodologi gerakan tidak akan pernah mempunyai nilai-nilai tertentu kalau tidak ditransformasikan untuk keberlanjutan gerakan selanjutnya, injeksi kesadaran  yang sering dibahasakan oleh sahabat-sahabat menjadi sangat perlu untuk diterapkan sebagai wujud dari tanggung jawab gerakan (perpaduan antara metode & nilai).
Mengambil bahasanya Mansour Faqih, bahwasanya mahasiswa seharusnya benar-benar bisa memainkan peranannya sebagai kaum intelektual organik. Sekelompok manusia yang mampu untuk merumuskan beberapa konsep sebagai solusi dari berbagai macam persoalan, dan kemudian bisa di-manage dan ditransformasikan.
Di sinilah kemudian pentingnya sekelompok manusia untuk merumuskan beberapa konsep sebagai solusi dari berbagai macam persoalan, dan kemudian bisa di manage dan ditransformasikan secara praksis dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan. ssssTransformasi sosial yang diidealkan sebagai wujud dalam pembentukan masyarakat sebagai pasar gagasan (induk realitas) yang dalam bahasanya Karl Popper sering disebut masyarakat terbuka (open society). Namun gagasan yang telah didialektikan sebagai proses untuk memunculkan satu sintesa baru dalam gerakan mahasiswa tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya sebuah kesadaran-komitmen yang kuat untuk terus bergerak sebagai wujud dari tanggung jawab gerakan yang kita emban (idealis transformatif).

Written by: Lucas Darwis (The Ashram Bangsa Advisor)

Rabu, 19 Januari 2011

FEMINISME

Oleh: Ahmad Yani[1]
Wawasan Gender
Konstruksi sosiologis-paradigmatis gender dapat di telusuri melalui pemahaman definisi, fenomena gender dan feminisme serta teori-teori yang muncul dari dinamika gender. Melalui wawasan ini dapat ditelusuri proses historis bangunan gender yang mempengaruhi paradigma gender dikalangan pemikir Islam.
Definisi Gender
Kata gender secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, gender, yang berarti ”jenis kelamin”.[2]Pengertian etimologis ini lebih menekankan hubungan laki-laki dan perempuan secara anatomis. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Definisi ini lebih menekankan aspek kultural dibandingkan pemaknaan secara anatomis. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Definisi di atas menunjukkan gender sebagai salah satu bentuk interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan. Definisi ini memperkuat secra sosiologis dalam Encyclopedia of Sociology, bahwa gender merupakan model hubungan sosial yang terorganisasi antara perempuan dan laki-laki tidak semata-mata hubungan personal atau keluargaan, tapi meliputi institusi sosial yang lebih besar seperti kelas sosial, hubungan hierarkis dalam organisasi dan struktur pekerjaan.[3]
Teori-teori Feminisme
Gender merupakan enomena sosial yang memiliki kategori-kategori analisis yang berbeda-beda. Secara substansial, komitmen dasar kaum feminis adalahj terwujudnya kesetaraan gender dan menolak ketidakadilah terhadap perempuan. Teori-teori feminisme merupakan gambaran dinamika wacana feminisme, ada berbagai macam teori tentang feminisme.
a.    Feminisme liberal
Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.
b.    Feminisme radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
c.    Feminisme post modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
d.    Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
e.    Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
f.     Feminisme sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
g.    Feminisme postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”

h.    Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktek-praktek yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.[4][4]
Tokoh Dalam Feminisme
1. Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2. Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa.
3. Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama.


Daftar Pustaka
·         John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1983).
·         Kadarusman, Agama, Relasi Gender & Feminisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005).


[1] Ahmad Yani, Salah Satu Kader Ashram Bangsa, Yang Hari Ini Menjabat Sebagai Kordinator Pusat FAM-J.
[2] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1983), Hal. 265.
[3] Kadarusman, Agama, Relasi Gender & Feminisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hal. 20.

Urgensi Pemilwa bagi Mahasiswa


Oleh: Luluk Fadlilah*
Dalam perjalanan kehidupan mahasiswa tidak selamanya harus berkutat dengan akademis, ada kesadaran yang harus di tumbuhkan demi mencapai kemajuan kampus secara utuh, yaitu kesadaran politik dalam mengiring dan membawa kampus ke arah yang lebih baik dan ideal. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan pemilihan mahasisa (Pemilwa).
Pemilwa adalah momentum pesta demokrasi mahasiswa yang harus di ikuti oleh seluruh mahasiswa, Kenapa begitu?. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus paham dahulu, apa itu pemilwa dan apa manfaatnya dipandang dari aspek pendidikan untuk mahasiswa?.
Mahasiswa adalah bagian terpenting masyarakat yang mempunyai kesadaran pendidikan lebih dibanding yang lain. Ia di cetak untuk menjadi insan yang mampu menjawab dan menberikan solusi terhadap problematika sosial dan bangsa. Kehadirannya dengan kapasitas pengetahuan yang dimiliki diharapkan menjadi angin segar dalam keterpurukan bangsa ini. Sehingga alangkah naifnya, jika ia masih berfikir untuk dirinya sendiri (kafir sosial). Dan pemilwa ini adalah bentuk kepedulian sosial kita terhadap masa depan mahasiswa secara menyeluruh.
Secara normatif, pemilwa adalah ajang proses regenerasi kepengurusan, baik ditingkatan Dewan Mahasiswa, Senat Mahasiswa Universitas, Senat Mahasiswa fakultas, Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas dan Badan Ekskutif Mahasiswa Jurusan. Seluruh organisasi ekstra mahasiswa yang ada di kampus berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pemilwa ini. Dari sinilah nilai-nilai demokrasi tertanam di lingkungan kampus.
Secara substansial, pemilwa adalah ajang pembelajaran politik untuk menberikan pengalaman lebih selain dunia akademis. Yang pada tujuannya diharapkan nanti, bekal pengalaman itu dapat dijadikan referensi ketika terjun di masyarakat secara langsung. Diakui atau tidak dalam bangku kuliyah hal ini kita tidak dapatkan. Sehingga sangat merugi jika pemilwa ini tidak direspon dengan baik oleh seluruh mahasiswa.
 Bagi mahasiswa yang acuh tak acuh akan menganggap pemilwa adalah hal yang tak penting untuk diikuti sebab menbuang-buang waktu. Pandangan lain,  mahasiswa yang konserfatif memandang pemilwa adalah hal yang kotor dan keji. Yang lebih parah lagi ada pandangan bahwa pemilwa dilakukan secara tidak tidak adil sehingga haram hukumnya mengikuti pemilwa.
Betapa pendek dan sempit pemikiran mahasiswa yang mempunyai anggapan seperti itu, padahal jelas dari pengalaman pemilwa yang diadakan tiap tahun, khususnya di kampus putih UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta selalu mengedepankan aspek prosedural, administratif dan sesuai dengan undang-undang yang ada. Walaupun masih ada hal-hal yang dirasa kurang baik tapi inilah mahasiswa yang seharusnya bijak dalam bersikap dan belajar dari pengalaman. Secara teori kita sudah dapat di bangku kuliyah dan pemilwa adalah ajang praksis untuk penerapan teori itu.
Apapun anggapannya terhadap pemilwa, jika ditelisik lebih jauh dari aspek pengalaman, pendidikan dan sosial kita akan paham bahwa pemilwa ini sangat penting untuk digalakkan dan disambut dengan terbuka oleh seluruh mahasiswa. Semuga pesta demokrasi (pemilwa) yang sebentar lagi akan di adakan di UIN Sunan Kalijaga akan di respon baik oleh seluruh kalangan. Wassalam!!!
*) Mahasiswi JS, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kader muda PMII Ashram Bangsa