Artikel

Kebangsaan

Jumat, 15 April 2011

Training Administrasi

Dalam rangka meningkatkan mutu kader dalam beradmnistrasi, Rayon PMII Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta akan menyelenggarakan Training Administrasi dengan tema: "Mewujudkan Pergerakan Yang Terorganisir dan Profesional Dalam Dimensi Kultural". Yang Insyaloh akan diadakan pada:
Hari/tanggal : sabtu, 16 April 2011
Waktu : 08.00 - selesai
Tempat : LKiS, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta
Speakers :
1. Ahmad Anfasul Marom, M.A.
(LAKPESDAM NU Jawa Timur, Dosen Politik UIN Suka, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
2. Ahmad Zubaidi, S.Hi.
(Matan Ketua BEM-J PMH UIN Suka, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
3. Amar Ma'ruf, S.Hi.
(Mantan Direktur Pusat Studi dan Konsultasi Hukum UIN Suka)
4. Riyadlus Solihin
(Sekretaris Ikatan Mahaiswa Madura, Mantan Sekjen Ashram Bangsa)
semua kami sajikan secara gratis. Jangan lewatkan...

Salam Pergerakan...!!!!

Panitia Training Administrasi

Senin, 04 April 2011

Pengorganisasian, Struktur Organisasi, dan Departementalisasi

BAB I PENGORGANISASIAN
1.1 Pengertian Pengorganisasian Istilah pengorganisasian mempunyai bermacam-macam pengertain , istilah tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hal-hal berikut ini :
a. Cara manajemen merancang struktur formal untuk penggunaan yang paling efektif sumber daya keuangan , fisik , bahan baku , dan tenaga kerja organisasi.
b. Hubungan-hubungan antara fungsi , jabatan , tugas dan para karyawan.
c. Cara dalam mana para manager lebih lanjut tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen mereka dan mendelagasikan wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut. Dari tiga hal diatas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal , mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien.

1.2 Teori-Teori Organisasi Dalam kehidupan nyata orang-orang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan bersama , yang dilakukan adalah kegiatan menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional atau biasa disebut dengan istilah Organisasi. Organisasi dalam hal ini bisa terdapat pada badan usaha , instansi pemerintah , lembaga pendidikan , militer , kelompok masyarakat atau suatu perkumpulan olahraga. Kata Organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional , seperti organisasi perusahaan , rumah sakit , perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.

BAB II STRUKTUR ORGANISASI

2.1 Pengertian Sturktur Organisasi Sturktur organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Sturktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi atau orang-orang yang menunjukkan kedudukan , tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialis kerja , standarlisasi ,koordinasi , sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan atau besaran satuan kerja.

2.2 Faktor-Faktor Perancangan Struktur Organisasi faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut:
1. strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. strategi menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara para pimpinan dan bawahan.
2. teknologi yang digunakan. perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan struktur organisasi.
3. anggota (pegawai / karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. kemanapun dan cara berfikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerja sama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi.
4. ukuran organisasi. besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan kerjanya yang sangat mempengaruhi struktur organisasi. semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks dan harus dipilih struktur yang tepat.

BAB III DEPARTEMENTALISASI

3.1 Pengertian Departementalisasi Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut : 1. Fungsi 2. Produk atau jasa 3. Wilayah 4. Langganan 5. Proses atau peralatan 6. Waktu 7. Pelayanan 8. Alpa – numeral 9. Proyek atau matriks

3.2 Departementalisasi Fungsional Departentalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi. kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi. pendekatan fungsional mempunyai berbagi kelemahan. struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inofatif.

3.3 Departementalisasi Divisional Organisasi Divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan, dan proses atau peralatan. Struktur organisasi divisional atas dasar produk. setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk). Divisionalisasi produk adalah pola logika yang dapat diikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosesan dan metoda-metoda pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam organisasi. Sturktur organisasi divisional atas dasar wilayah. Departementalisasi wilayah , kadang-kadang juga disebut depertementalisasi daerah , regional atau geografis , adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan menurut tempat dimana operasi berlokasi atau dimana satuan-satuan organisasi menjalankan usahanya.

3.4 Organisasi Proyek dan Matriks
Bentuk organisasi proyek dan matriks adalah tipe departementalisasi campuran (hybrid design). Kedua struktur organisasi ini tersusun dari satu atau lebih tipe-tipe departementalisasi lainnya. Struktur proyek dalam matriks bermaksud untuk mengkombinasikan kebaikan-kebaikan kedua tipe design fungsional dan divisional dengan menghindari kekurangan-kekurangan.

By: Asram Bangsa General Secretary 2010-2011

Nilai Dasar Pergerakan


Mukaddimah
Tauhid (keyakinan transendental) merupakan sumber nilai yang mencakup pola hubungan antara manusia dengan Allah (hablun min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (hablun min al-‘alam). Pergerakan meyakini dengan penuh sadar bahwa menyeimbangkan ketiga pola hubungan itu merupakan totalitas keislaman yang landasannya adalah wahyu Tuhan dalam al-quran dan hadits Nabi. Dalam memahami dan mewujudkan keyakinan itu PMII telah memilih Ahlussunnah wal jama’ah (aswaja) sebagai manhajul fikr dan manhaj al-taghayyur al-ijtima’i.
Selain itu sebagai bagian sah dari bangsa Indonesia, PMII menyadari bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa, yang penghayatan dan pengamalannya seiring dengan implementasi dari nilai-nilai aswaja: tawassuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul. Karena itu, dengan menyadari watak intelektual dan kesadaran akan tanggung jawab masa depan bersama, dan dengan memohon rahmat dan ridla Allah SWT., maka disusunlah rumusan Nilai-nilai Dasar PMII sebagai berikut :




RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PMII

a. Hablun min Allah (Hubungan manusia dengan Allah)

Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia dalam sebaik-baik bentuk dan memberikan kedudukan terhormat kepadanya di hadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya cipta, rasa, dan karsa. Potensi inilah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai hamba (‘abd) dan wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardl).
Sebagai hamba, manusia memiliki tugas utama mengabdi dan menyembah Tuhan (Q.S. al-Dzariat: 56), mengesakan Tuhan dan hanya bergantung kepada-Nya, tidak menyekutukan dan menyerupakannya dengan makhluk yang memiliki anak dan orang tua (Q.S. al-Ikhlash: 1-4). Sebagai hamba manusia juga harus mengikhlaskan semua ibadah dan amalnya hanya untuk Allah (Q.S. Shad: 82-83).
Sebagai khalifah, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan memakmurkan bumi bukan malah merusaknya (Q.S. al-Baqarah: 30). Karena, kedudukan ini merupakan amanah Tuhan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia, sedang makhluk Tuhan yang lain tidak mampu untuk mengembannya (Q.S. al-Ahzab: 72). Dan tingkat kemampuan manusia mengemban amanah inilah yang kemudian menentukan derajatnya di mata Allah (Q.S. al-An’am: 165).
Manusia baru dikatakan berhasil dalam hubunganya dengan Allah apabila kedua fungsi ini berjalan secara seimbang. Pemaknaan seimbang di sini bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa,dan haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, membangun peradaban umat manusia yang berkeadilan. Bahwa kita hidup di dunia ini bukan untuk mencari jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi orang lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar kita.



b. Hablun min al-nas (Hubungan antar sesama manusia)
Pada hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan dan keutamaan di antara satu dengan lainnya. Begitu pula tidak dibenarkan adanya anggapan bahwa laki-laki lebih mulia dari perempuan, karena yang membedakan hanya tingkat ketaqwaan (Q.S. al-Hujurat: 13) keimanan, dan keilmuawannya (Q.S. al-Mujadalah: 11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian, kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama Umat Islam (ukhuwah Islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.S. al-Hujurat: 11)
Namun kita hidup dalam sebuah negara yang plural dan beraneka ragam. Di Indonesia ini kita hidup bersama umat Kristen, Hindu, Budha, aliran kepercayaan, dan kelompok keyakinan lainnya. Belum lagi bahwa kita pun berbeda-beda suku, bahasa, adat istiadat, dan ras. Maka juga diperlukan kesadaran kebangsaan yang mempersatukan kita bersama dalam sebuah kesatuan cita-cita menuju kemanusiaan yang adil dan beradab (ukhuwah wathaniyah). Keadilan inilah yang harus kita perjuangkan (Q.S. al-Maidah: 8). Dan untuk mengatur itu semua dibutuhkan sistem pemerintahan yang representatif dan mampu melaksanakan kehendak dan kepentingan rakyat dengan jujur dan amanah. Pemimpin yang sesuai dengan nilai ini, peraturannya harus kita taati selama tidak bertentangan dengan perintah agama (Q.S. al-Nisa: 58) Dan untuk pelaksanaannya kita harus selalu menjunjung tinggi nilai musyawarah yang merupakan elemen terpenting demokrasi (Q.S. Ali Imran: 199).
Namun itu saja belum cukup. Kita hidup di dunia ini berdampingan dan selalu berhubungan dengan negara-negara tetangga. Maka kita juga harus memperhatikan adanya nilai-nilai humanisme universal (ukhuwah basyariyah), yang mengikat seluruh umat manusia dalam satu ikatan kokoh bernama keadilan. Meskipun kita berbeda keyakinan dan bangsa, tidak dibenarkan kita bertindak sewenang-wenang dan menyakiti sesama. Biarkan mereka dengan keyakinan mereka selama mereka tidak mengganggu keyakinan kita (Q.S. al-Kafirun: 1-6). Persaudaraan kekal inilah sebagai perwujudan dari posisi manusia sebagai khalifah yang wajib memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bumi manusia ini.

c. Hablun min al-alam (Hubungan manusia dengan alam)
Manusia yang diberi anugerah cipta, rasa, dan karsa, yang merupakan syarat sahnya sebagai khalifah diberi wewenang dan hak untuk memanfaatkan alam bagi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan apalagi merusak ekosistem. Hak ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu harus didasarkan pada rasa tanggung jawab: tanggung jawab kepada kemanusiaan, karena rusaknya alam akan berakibat bencana dan malapetaka bagi kahidupan kita semua, begitu pula tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan tanggung jawab itu. (Q.S. Hud: 61)
Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau ekologi juga merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami sebagaimana kita memahami al-quran. Dari pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang mantap kepada Tuhan dan kemantapan diri sebagai manusia yang harus menyebarkan c kedamaian di muka bumi. Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam, bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak ada dikotomi dan pertentangan antara ilmu daan wahyu, antara IPTEK dan agama, karena pada hakikatnya keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Q.S. 190-191).

Tauhid
Maka dengan menyeimbangkan ketiga pola hubungan di atas kita akan mencapai totalitas penghambaan (tauhid) kepada Allah. Totalitas yang akan menjadi semangat dan ruh bagi kita dalam mewarnai hidup ini, tidak semata-mata dengan pertimbangan Ketuhanan belaka, tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidup. Bahwa tauhid yang kita maksudkan bukan sekadar teisme transcendental an-sich, tetapi antrophomorfisme transendental, Nilai-nilai ketuhanan yang bersatu dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
Totalitas tauhid inilah yang akan memandu jalan kita dalam mencapai tujuan gerakan membangun kehidupan manusia yang berkeadilan.

Khatimah
Rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII perlu selalu dikaji secara kritis, dipahami secara mendalam dan dihayati secara teguh serta diwujudkan secara bijaksana. Dengan NDP ini hendak diwujudkan pribadi muslim yang bertakwa-berilmu-beramal, yaitu pribadi yang sadar akan kedudukan dan perannya sebagai intelektual muslim berhaluan Ahlussunnah wal jama’ah di negara Indonesia yang maju, manusiawi, adil, penuh rahmat dan berketuhanan serta merdeka sepenuhnya.
Rabbana ‘alaika tawakkalna wa ilaika anabna wa ilaika al-mashir.

Analisis Sosial

Pengertian

Analisis sosial (ansos) dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya (Joe Holland, 1986:30). Ansos tersebut berfungsi sebagai perangkat yang memungkinkan kita untuk mampu menangkap dan memahami segala realitas sosial yang kita hadapi. Dengan ansos maka kita dapat menyelidiki secara lebih jauh struktur lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan karena dari situlah muncul masalah-masalah sosial dan kesana pula berbagai kebijakan tertuju.

Dengan menjangkau dimensi di balik persoalan, kebijakan, dan struktur maka ansos pertama-tama memusatkan pada sistem-sistem tersebut. Pada sistem-sistem itu pula terdapat berbagi dimensi. Semisal kita dapat berbicara tentang bentuk ekonomis sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda. Sebuah sistem perlu dianalisis baik menurut waktu (analisis historis) maupun menurut ruang (analisis struktural). Analisis historis adalah studi tentang perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan analisis struktural menyajiakan bagian yang representatif dari kerangka kerja sebuah sistem dalam momen tertentu. Pemahaman kedua analisis tersebut sangat penting bagi suatu analisis yang menyeluruh. Selain itu, dengan ansos pula kita dapat membedakan dimensi obyektif maupun subyektif sebuah realitas sosial.

Untuk menuju kepilihan metode seperti apa yang layak dimbil, maka kita harus berangkat dari asumsi dasar yaitu ontologis, epistemologis, kecenderungan dasar manusia (human nature)dan metodologi.

Asumsi tentang ontologis dalah berawal dari pertanyaan “apa”. Jadi asumsi ontologis ini adalah apakah kenyataan diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi/merusak di dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang. Sedangkan asumsi epistimoogis berawal dari pertanyaan “bagaimana”. Jadi bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikanya sebagai pengetahuan kepada orang lain.

Unsur-unsur Analisis Sosial

Dalam upaya untuk menyingkap realitas sosial, ansos memiliki seperangkat unsur-unsur. Pertama, dimensi histories. Di sini, gerak waktu tidak dimaknai sebagai proses alamiah semata melainkan sebgai proses dialektis bahwa setiap orang terlibat dalam proses kesejarahan sosial.

Kedua, unsure-unsur structural. Disini kita berusaha mengenali struktur masyarakat dan institusi di dalamnya seperti pemerintahan, hukum, pendidikan, keagamaan,dan lainnya. Bagaimana struktur di atas bekerja dalam menjaankan fungsinya untuk mewujudkan keadialn sosial. Di sisni ansos membawa dari persoalan pribadi kepada masalah sosial structural.

Ketiga, berbagai pembagian masyarakat. Hal terpenting yang untuk diperhatikan dalam konteks ini ialah “analisis kelas” dalam masyarakat, siapa yang membuat keputusan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.

Keempat, bermacam derajat dan tingkah masalah yang ada. Ini berarti bahwa terdapat tingkat permasalahan meliputi local, regional, nasional, dan internasional. Dengan ansos, kita dapat menunjukkan tingkat masalah yang dihadapi, bahkan dapat pula mengungkapkan antara berbagai tingkat permasalahan.

Langkah-langkah Analisis Sosial

Setidaknya terdapat empat langkah dalam melakukan ansos. Pertama, konversi yang merupakan keharusan bagi kita untuk menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas ini. Kita harus bersentuhan dengan perspektif, praduga, dan pendiria-pendirian yangf mempengaruhi soal jawab yang kita lakukan serta penilaian-penilaian yang kita buat. Fungsi langkah ini sebagai jalan pembuka agar kita mampu mengenali dan memahami konteks permasalahan.

Kedua, deskripsi. Secara sederhana yakni dengan membuat gambaran umum dari situasi yang sedang coba kita pahami.

Ketiga, analisis. Setelah membuat deskripsi maka kita dapat memperoleh sejumlah data yang berfungsi sebagai obyek kasus sosial yang kita hadapi. Keempat, kesimpulan. Dari analisis yang kita lakukan, akan terungkap bermacam segi yang saling mempengaruhi pada situasi yang sedang coba kita pahami. Akhrnya kita dapat menarik kesimpulan berdasarkan unsur-unsur dominan dalam situasi yang kita hadapi sehingga akar persoalan sosial dapat kita temukan sekaligus mencari solusi yang solutif dan ideal.

Ansos menghendaki adanaya kesadaran kritis transformative sehingga pemahaman terhadap setiap persoalan dapat lebih mendalam, sistematis, dan holistik. Hal tersebut bertujuan agar kita tidak terjebak dalam bingkai kesadara naïf-magis yang melihat permasalahan secara sempit dan dogmatis yang mengakibatkan kita gagal mengatasi praktik penindasan yang terus menerus beroperasi melalui system dan struktur dalam masyarakat.

Empat Paradigma Dalam Sosiologi

Untuk lebih mempertajam pemahaman dan seluk beluk peta paradigma yang dapat digunakan untuk memahami teori-teori perubahan sosial atau teori pembangunan, maka perlu juga kita memetakan secara lebih luas paradigma dalamm sosiologi . Empat paradigma itu adalah:

  1. Humanis Radikal, Pada dasarnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari andangan sujektifitas yaitu pada kesadaran manusia itu, kaum humanis-radikal cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Pandangan yang dasar pada humanis-radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh supra-struktur idiologis yang ada pada diluar dirinya yang menciptakan pemisah antara dan dirinya dengan kesadarannya yang murni (aleanasi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu yang menghalanginya dalam pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan dirinya sebagai menusia, proses sosial dilihat sebagai tindak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa memutusakn belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat kemanusiaannya.
  2. Struktural Radikal, penganut paham ini berupaya memperjuangkan sosilogi perubahan radikal juga yaitu perubahan yang mendasar dengan mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembanga diri manusia oleh karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke depan. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia. pendekatan yang dipakai adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
  3. Paradigma Interpretatif, paradikama ini sesungguhnya menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya fungsionalisme, tetapi mereka menggunakan pendekatan subjektifivisme dalam analisis sosialnya sehinnga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Tangapan dasar mereka didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba tertib, terpadu, mapan dan kesetiakawanan. Pertentangnan penguasa sama sekali tidak menjadi benturan mereka.
  4. Paradigma Fungsionalis. Paradigma inilah yang paling banyak di anut di dunia ini. Pandanga fungsionalis berakar pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya pada permasalahan berakar pada pemikiran kaum objektivitas. Paradikma ini lebih berorientasi pragmatis, artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang dapat diterapkan, berorientasi pada pemecahan masalah yang berupa langkah-langkah praktis untuk pemecahan praktis juga. Mereka lebih mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial sebagai dasar dalam perubahan sosial, serta menekankan cara-cara memelihara, mengendalikan, atau mengontrol keteraturan, harmonis serta kestabilan sosial.